Kisah Cinta Tragis Pahlawan Nasional Indonesia
Setiap tanggal 10 November kita memperingatinya sebagai Hari Pahlawan
dimana pada tanggal tersebut, pemberani pemberani Indonesia bertempur
melawan penjajah di Surabaya pada tahun 1945 yang merupakan tonggak
Revolusi Nasional indonesia. Peperangan tersebut sangat banyak
mengambil korban jiwa yang tentu saja hidup dalam peperangan membuat
masyarakat sangat tidak tenang karena hidup dalam penindasan serta
kesewenang-wenangan serta teror. Bukan hanya masyarakat yang merasakan
pengorbanan, para pejuang yang terkenal tidak takut mati pun sebenarnya
merasakan pengorbanan dari mengorbankan harta hingga nyawa serta
meninggalkan atau ditinggalkan orang yang dikasihi. Seperti kisah cinta tragis para pahlawan nasional Indonesia berikut ini.
Kisah Cinta Daan Mogot
Daan Mogot Pahlawan Nasional via terongist.wordpress.com |
Bagi Daan Mogot, masa muda adalah saatnya berjuang berbeda dengan
kebanyakan anak muda dimana usia 17 tahun adalah masa paling indah.
Meskipun masih berusia muda, ia telah bergabung dengan tentara
perjuangan dan sudah diangkat menjadi Mayor serta Komandan TKR (Tentara
Kemanan Rakyat). Namun sayangnya sahabat anehdidunia.com, pada operasi
untuk melakukan pelucutan senjata Jepang di Lekong, terjadilah
pertempuran yang tidak seimbang. Dalam pertempuran itu ia tertembak di
paha kanan dan dada, namun ketika melihat anak buahnya yang memegang
senjata mesin mati tertembak, ia segera mengambil alih senapan dan
menembaki lawan hingga ia akhirnya dihujani peluru dari berbagai
penjuru. Daan Mogot saat itu sudah memiliki seorang kekasih yang cantik
dan berambut panjang sepinggang. Hadjari Singgih, nama kekasihnya,
begitu terpukul dengan kematian Daan Mogot yang saat itu masih berusia
17 tahun. Dalam acara pemakaman, ia memotong rambutnya untuk dikuburkan
bersama di makam Daan Mogot. Dan sejak saat itu, ia tidak pernah lagi
memanjangkan rambutnya.
Kisah Cinta Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia pahlawan nasional via kidnesia.com |
Sahabat anehdidunia.com salah satu pejuang wanita Aceh yang sangat
tangguh dan gigih dalam bertarung melawan penjajah adalah Cut Nyak
Meutia. Kisah cinta Cut Nyak Meuthia dan suami pertamanya, Teuku Cut
Muhammad atau Teuku Cik Tunang adalah sebuah kisah cinta dan perjuangan
yang begitu hebat dan penuh pengorbanan. Setelah beberapa lama bertempur
di garis depan, Teuku Cik Tunong ditangkap oleh Belanda dan dijatuhi
hukuman mati. Menjelang hari pelaksanaan hukuman Cut Nyak Meutia
mengunjungi sang suami untuk terakhir kalinya dengan membawa bayi
mereka. Kedatangan dua orang yang dicintainya membuat Teuku Cut Muhammad
tersenyum, begitu juga si bayi yang gembira bertemu dengan ayahnya
tanpa ia tahu bahwa hari itu adalah pertemuan terakhirnya dengan sang
ayah.
Dari dalam jeruji, Teuku Cik Muhammad mengulurkan tangannya yang dengan
segera diraih oleh istrinya seakan tak mau melepaskan. Mata mereka basah
oleh air mata, dan Teuku Cik Muhammad meminta Cut Nyak Meutia untuk
meneruskan perjuangan yang dengan segera disanggupi oleh istrinya. Tapi
tidak hanya itu saja, ia meminta istrinya untuk menikah dengan Pang
Nanggroe, sahabat dan rekan seperjuangannya agar Cut Nyak Meutia bisa
bersama-sama maju ke medan perang. “Saya berjanji, saya akan mematuhi
wasiatmu, demi cintaku padamu, demi sayangku pada putera kita Raja Sabi
dan demi keyakinanku akan meneruskan perjuangan melawan Belanda,
sepeninggalmu kelak,” jawab Cut Meutia dengan tersedu-sedu. Butuh
keteguhan hati yang besar untuk berjuang di medan perang demi kebebasan
negara, serta butuh kesabaran yang besar pula untuk mengikhlaskan sang
istri agar menikah dengan orang lain.
Kisah Cinta Pierre Tendean
Pierre Tendean dan Rukmini via boombastis.com |
Seperti yang kita ketahui Pierre Tendean lahir 21 Februari 1939
meninggal 1 Oktober 1965 pada umur 26 tahun adalah seorang perwira
militer Indonesia yang menjadi salah satu korban peristiwa Gerakan 30
September pada tahun 1965. Ia memang dikenal sebagai sosok pemuda yang
tampan. Semasa ia menjadi ajudan Jenderal A.H. Nasution, banyak
mahasiswi lebih memilih memperhatikannya daripada sang Jenderal yang
memberi kuliah. Bahkan mereka sampai berkata bahwa telinga untuk Pak
Nas, tapi mata untuk ajudannya. Meski begitu, ternyata hati seorang
Pierre Tendean tertambat pada gadis cantik bernama Rukmini Chaimin.
Beberapa lama Pierre menjalin hubungan dengan gadis ini dan saling
berkirim surat. Keseriusan ini tercermin nyata dalam surat Pierre kepada
sang kakak yang mengatakan bahwa ia sudah bertemu dengan jodohnya.
Sahabat anehdidunia.com sebenarnya kedua insan ini sudah merencanakan
pernikahan pada November 1965. Namun sayang, Pierre justru tewas oleh
PKI pada 1 Oktober 1965. Rukmini pun hancur hatinya ketika mendengar
berita bahwa sang kekasih ternyata meninggal. Butuh waktu lima tahun
baginya untuk bisa melupakan kekasih dan akhirnya menikah dengan pria
lain.
Kisah Cinta Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien via biografipahlawan.com |
Pahlawan Nasional yang Lahir tahun 1848 di Lampadang, Kesultanan
Aceh dan Meninggal 6 November 1908 berusia 59–60ini sangat tangguh dalam
medan perang. Perjuangan Cut Nyak Dhien di garis depan peperangan juga
tidak kalah hebat. Dengan gagah berani, ia bersama suami dan pasukannya
berjuang tanpa menyerah untuk mengusir penjajah. Cintanya kepada tanah
air mampu membuatnya berkorban bahkan perjuangannya tersebut yang juga
membuatnya kehilangan suami yang dicintainya. Setelah suami pertamanya
meninggal dalam peperangan, ia menikah lagi sebelum kembali berlaga di
medan perang. Namun Teuku Umar, suami keduanya juga meninggal dunia
tertembak di Meulaboh. Cut Gambang yang merupakan anaknya dengan Teuku
Umar menangis sedih.
Namun Cut Nyak Dhien tetap tegar dan menunjukkan keteguhan hatinya. Cut
Nyak Dhien menampar anaknya sebelum kemudian memeluknya sambil berkata
“Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada
orang yang sudah syahid.” Meski sedih, ia tetap bisa bersikap tegar dan
melanjutkan perjuangan. Meninggalkan seseorang yang dicintai bukanlah
hal yang mudah. Begitu juga ketika merasakan sakitnya ditinggal pergi
oleh orang yang begitu dicintai. Namun, demi sebuah kebebasan dan
kemerdekaan, mereka rela mengambil risiko tersebut dengan berani. Kita
yang ada di era merdeka, beranikah mengambil risiko atau mengorbankan
diri demi negara? Hanya anda yang bisa menjawabnya.