Thursday, 26 November 2015

Tradisi Brutal Yang Bermaksud Mendapat Kebaikan

1.Tradisi Brutal Yang Bermaksud Mendapat Kebaikan
Tradisi merupakan suatau kebiasaan yang dalam bahasa sederhananya diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan sudah sejak lama dan menjadi bagian dari kelompok atau masyarakat. Di semua daerah terdapat tradisi yang berbeda beda yang biasanya dipercaya dilakukan untuk mendapat balasan sesuatu yang baik. Namun hal tersebut terlihat tidak masuk akal di jaman sekarang jika tradisi tersebut dilakukan dengan kekerasan seperti di beberapa masyarakat di dunia ini. Berikut tradisi brutal yang bermaksud mendapat kebaikan versi anehdidunia.com

Tradisi Mengundang Hujan Desa La Esperanza Meksiko

Terdapat tradisi unik di Desa Nahua, Negara Bagian Guerrero, Meksiko. Setiap Mei, puluhan ibu-ibu akan baku pukul di lapangan desa hingga berdarah-darah. Sebelum dimulai, warga membentuk lingkaran besar, lalu perwakilan beberapa dusun, misalnya dari Las Lomas dan La Esperanza, akan maju. Dua wanita dewasa berhadap-hadapan, lalu saling menjambak, menjotos wajah lawannya, bahkan mencolok mata wanita di hadapannya. Setiap ada darah muncrat, warga di lingkaran besar akan bersorak. Darah yang terciprat dari perkelahian sengit para ibu itu akan dikumpulkan di ember. Nantinya, ladang akan disirami darah itu demi memanggil hujan, berujung pada panen yang sukses.
Festival perkelahian kaum ibu itu adalah gabungan antara ritual kuno di Meksiko dan Katolik. Gereja setempat tidak mendukung tradisi tersebut. Sebagian warga masih meyakini bahwa mereka perlu melanggengkan perkelahian itu, agar Dewa Hujan Tlaloc mau memberkahi hasil tani Desa Nahua "Tidak ada yang peduli menang kalah. Lebih penting bagi warga agar perkelahian ini menghasilkan banyak darah untuk mengundang hujan," kata salah satu petani tua di desa Nahua. Terbukti, pada akhir festival kelahi para ibu ini, semua peserta saling berangkulan. Tidak pernah ada insiden merembet sesudah acara.
Tradisi Pecahkan Batok Kelapa India


Sahabat anehdidunia.com setiap tahun ribuan warga india pergi ke sebuah kuil di India selatan untuk melakukan ritual pemecahan batok kelapa menggunakan kepala. Tradisi memecahkan batok kelapa dengan menggunakan kepala ini dilakukan oleh semua kalangan, bahkan anak-anakpun diperbolehkan mengikutinya. Ritual tersebut dimaksudkan sebagai persembahan kepada dewa. Dalam ritual yang sangat berbahaya ini warga yang mengikutinya berjongkok dilantai sambil menunggu pendeta kuil menghampiri lalu memecahkan batok kelapa di kepala mereka. Sebagaian orang terlihat sangat kesakitan saat batok kepala pecah dikepala mereka, namun ada juga yang langsung mengumpulkan pecahan batok kelapa sebagai persembahan kepada dewa.
Bagi mereka yang mempercayai ritual ini, tidak akan merasakan kesakitan. Seorang wanita menceritakan bahwa dirinya tidak merasakan apa-apa saat batok kelapa dibenturkan pada kepalanya, dia percaya bahwa dewi telah menyelamatkannya dan menghilangkan rasa sakitnya. Sejarah ritual berbahaya ini sendiri berawal ketika pendudukan Inggris di India, saat itu Inggris mencoba membuat jalur kereta api melintasi daerah Tamil Nadu, Namun warga menolaj rencana Inggris tersebut. Karena penolakan tersebut Inggris mengajukan syarat kepada warga, jika warga bisa memecahkan batu atau batok kelapa menggunakan kepala maka jalur kereta akan dirubah. Sejak saat itu setiap tahunnya hingga sekarang ritual ini dilakukan dan berhasil menarik ribuan pengunjung. Ritual memecahkan batok kelapa menggunakan kepala ini sangat berbahaya dan beresiko, menurut profesor Peethambaran seperti dikutip dari Oddity Central "Tulang tengkorak luar akan mengalami kerusakan".
Tradisi Gotmar Mela India

Sejak 300 tahun lalu, dua desa Distrik Ahmednagar, Maharashtra, India, yaitu Pandhurna dan Sawargaon memang selalu bertikai. Keduanya berada di tepi Sungai Jaam. Entah apa awal mulanya, desa tersebut seakan tidak pernah rukun. Oleh karena bentrok antar keduanya, sudah ratusan orang luka-luka dan bahkan ada juga yang meninggal dunia. Akan tetapi, perang itu saat ini sudah tidak ada. Kedua desa telah bersepakat untuk damai. Suasana mencekam telah berganti menjadi sebuah festival untuk mengenang tragedi berdarah tersebut, namanya Gotmar Mela. Festival ini berlangsung di hari kedua Bhadrapad, bulan baru yang biasanya jatuh pada tanggal 23 Agustus hingga 22 September. Saat inilah masyarakat Pandhurna dan Sawargaon berkumpul di tepi sungai dan mempersenjatai diri mereka dengan batu. Terdengar agak seram memang, sebuah festival yang diikuti semua kalangan ini adalah kegiatan saling lempar batu.
Masing-masing desa menjadi satu kelompok. Keduanya memperebutkan bendera yang sebelumnya diikatkan di atas pohon. Masing-masing kelompok harus mengatur strategi agar bisa mendapatkan bendera tersebut. Ini memang tidak mudah, selain letak bendera yang ada di atas pohon, setiap orang yang akan naik akan selalu diganggu oleh anggota kelompok lain. Tentu saja, melempar batu adalah satu-satunya cara agar lawan tidak bisa mengambil bendera. Bisa dikatakan bahwa ini adalah festival paling berdarah di dunia. Pemerintah setempat juga telah melarang kegiatan ini berlangsung, tapi masyarakat Pandhurna dan Sawargao tetap saja melanjutkan tradisi mereka. Pada tahun 2001, pernah juga diusulkan senjata akan diganti menjadi bola karet, tapi hal tersebut tidak didengarkan oleh kedua desa ini. Pada tanggal 24 Agustus lalu, Festival Gormar Mela telah berlangsung. Setidaknya ada 329 orang yang terluka selama perang batu tersebut, 7 di antaranya masih dalam kondisi kritis. Akan tetapi, ini termasuk tahun yang baik, karena pada tahun 2008 lalu tercatat 800 orang luka dan satu tewas.
Tradisi Perang Rocket Chios Yunani

Setiap tahun pada hari Paskah, dua gereja di sebuah pulau kecil bernama Chios, Yunani, menggelar perang kembang api. Kedua gereja itu saling menembakkan ribuan kembang api ke satu sama lain. Dua gereja ortodoks (Saint Mark dan Panagia Erithiani) di kota Vrodandos berusaha memukul lonceng gereja satu sama lain dengan menembakkan kembang api. Tentu saja, tidak semua kembang api dapat mencapai target dengan tepat. Beberapa di antara mereka sering kali meleset dan membuat para warga terlihat panik berlarian untuk mencari perlindungan. Warga Vrodandos membutuhkan beberapa bulan untuk mempersiapkan tradisi unik tersebut. Sekitar 150 orang terlibat dalam pembuatan lebih dari 25.000 kembang api tersebut. Tidak semua warga menyukai tradisi berbahaya ini. Kegiatan itu telah menyebabkan beberapa kasus kebakaran dan juga kasus kematian.
Sejumlah warga sudah mulai menyuarakan keprihatinan mereka dan berusaha untuk mendorong dihentikannya tradisi tersebut. Kekhawatiran ini tampaknya tidak terlalu mengganggu mereka yang menyukainya. Pada hari Paskah kemarin, tradisi ini tetap dilaksanakan dan puluhan ribu roket ditembakkan ke udara. Ribuan orang tampak menikmati tradisi itu sembari melihat warna langit yang berkelap-kelip karena efek cahaya kembang api. Asal-usul tradisi ini membawa kita kembali ke abad ke-19, ketika pulau Chios diduduki oleh Ottoman. Saat itu, orang pribumi di pulau ini memiliki kapal yang dilengkapi dengan meriam untuk melawan bajak laut. Namun, rupanya para warga juga suka menembakkan meriam mereka saat merayakan Paskah. Ketika penjajah Ottoman datang ke pulau itu, mereka menyita meriam warga untuk mencegah pemberontakan. Sebagai gantinya, para warga beralih menembakkan kembang api. Dan tradisi ini tidak pernah berhenti sejak saat itu.

Tradisi Onbashira Jepang

Festival Onbashira di Nagano wilayah Jepang telah secara tradisional dirayakan tanpa terputus selama 1200 tahun terakhir . Kata Onbashira harfiah diterjemahkan sebagai ” pilar suci” , melambangkan pembaharuan Suwa Grand Shrine . Ini terdiri dari dua tahap : Yamadashi diterjemahkan sebagai ” keluar dari pegunungan ” yang diselenggarakan pada bulan April seperti untuk Satobiki diadakan pada bulan Mei. Sebelum festival dimulai , 16 batang pohon dipotong dari 200 tahun pohon cemara Jepang. Setiap pohon bisa sampai 1 meter di seberang , 16 meter dan berat sampai 12 ton . Tim pria mempertaruhkan hidup mereka dengan memanjat pada batang dan naik sepanjang jalan menuruni lereng berlumpur , dibutuhkan 3 hari untuk memindahkan batang lebih dari 10 kilometer ke kuil . Batang pohon besar yang beratnya sekitar 7 ton, diluncurkan menuruni lereng dengan sudut kemiringan 40 derajat. Saat batang pohon meluncur, para pria pemberani melompat dan duduk di atasnya. Karena kecepatannya cukup tinggi, beberapa orang terlempar atau tergilas. Di antara mereka ada yang tewas atau cedera karena tertimpa pohon yang sangat berat

Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment